Suaka Alam Perairan Laut Selat Pantar dan Laut Sekitarnya
Kawasan Konservasi Perairan Alor (KKP Alor), yang secara resmi bernama Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, terletak di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Kawasan ini merupakan lingkungan laut yang sangat beragam dan produktif, terbentuk oleh pembalikan massa air (upwelling) tahunan serta posisinya di jalur Arus Lintas Indonesia. KKP Alor memiliki sistem terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove yang luas. Setidaknya telah tercatat 345 spesies karang keras, 16 spesies mangrove, dan 7 spesies lamun di kawasan ini. Beragam spesies laut yang ikonik dan bermigrasi seperti paus biru, paus sperma, duyung, hiu paus, hiu tikus, hiu martil, pari manta, ikan mola-mola, serta berbagai jenis penyu menjadikan kawasan ini pusat keanekaragaman hayati.
Rincian
|
Tanggal Penetapan 6824_548e15-a5> |
Dicadangkan oleh Pemerintah Kabupaten Alor pada 2006; |
|
Luas 6824_fea027-5b> |
277.072,61 hektare, termasuk 7.789 hektare zona larang tangkap 6824_dafbb4-f4> |
Peta Zonasi

Lebih dari 70 titik selam menawarkan berbagai topografi seperti dinding laut, lorong bawah air, dan dataran terumbu, sehingga menjadi destinasi penyelaman scuba dan snorkeling kelas dunia. Pengunjung juga dapat menikmati pengamatan paus dan lumba-lumba, fotografi bawah air, jelajah mangrove, serta menginap di homestay ramah lingkungan yang dikelola oleh usaha desa. KKP Alor menjadi pondasi ekonomi biru berkelanjutan bagi Alor, yang mendukung pariwisata bahari, perikanan berkelanjutan, serta pendidikan konservasi melalui kerja sama dengan Pusat Unggulan (Center of Excellence) di Universitas Kalabahi. Dalam beberapa tahun terakhir, SAP Selat Pantar berkembang menjadi pusat inisiatif konservasi partisipatif berbasis masyarakat, termasuk pemantauan mamalia laut dan pelestarian tradisional terumbu karang.
Kekayaan budaya Alor sangat terintegrasi dengan konservasi laut. Masyarakat setempat masih mempraktikkan kearifan tradisional seperti sasi dan mulung, yang menerapkan penutupan musiman dan pembatasan ruang untuk melindungi sumber daya laut. Festival Memanggil Duyung yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Nelayan Kabola menggambarkan pentingnya pengetahuan dan ritual adat dalam pengelolaan laut oleh masyarakat. Sejak ditetapkan pada 2015, kawasan ini berhasil mengurangi aktivitas merusak dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan laut.
Tata kelola KKP Alor menekankan pendekatan kolaboratif yang memadukan konservasi keanekaragaman hayati dengan pemberdayaan masyarakat dan pariwisata berkelanjutan. Pemangku kepentingan meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Kabupaten Alor, pemimpin adat, masyarakat lokal, serta LSM seperti WWF Indonesia dan Yayasan PIKUL. Kelompok wisata berbasis masyarakat di desa-desa seperti Kabola, Pantee Deere, Munasely, dan Aimoli didukung untuk merencanakan dan mengelola usaha ekowisata mereka sendiri. Tujuan pengelolaan mencakup peningkatan kapasitas sumber daya manusia, perluasan peluang ekonomi, dan menjamin keberlanjutan jangka panjang melalui tata kelola yang inklusif dan adaptif.