Raja Ampat adalah rumah bagi 553 spesies karang keras—mencakup sekitar 75% dari total spesies karang di dunia. Kekayaan hayati di kawasan ini juga meliputi lima (5) spesies penyu, 16 spesies mamalia laut, 699 spesies moluska, dan lebih dari 1.628 spesies ikan karang.
Hewan-hewan langka dan dilindungi yang hidup di sini antara lain penyu laut, hiu berjalan, pari manta, hingga kepiting kelapa (atau kepiting kenari), yang merupakan artropoda darat terbesar di dunia. Dari 258 spesies burung yang tercatat, 10 di antaranya endemik Papua dan enam (6) spesies hanya ditemukan di Raja Ampat. Karena kekayaan alam dan budayanya, kepulauan ini diakui sebagai UNESCO Global Geopark pada 2023.

| KKP | Tahun Pencadangan | Tahun Penetapan | Luas Total (ha) | Luas Zona Larang Tangkap (ha) |
|---|---|---|---|---|
| KKP Selat Dampier | 2021 | 2021 | 353.440,54 | 4.112,47 |
| KKP Kepulauan Fam | 2021 | 2021 | 359.385,65 | 20.949,29 |
| KKP Kepulauan Asia dan Ayau | 2021 | 2021 | 100,008.99 | 1,003.83 |
| KKP Teluk Mayalibit | 2021 | 2021 | 49.786,82 | 556,23 |
| KKP Kepulauan Misool | 2021 | 2021 | 348.518,74 | 756,34 |
| KKP Kepulauan Kofiau dan Boo | 2021 | 2021 | 137.318,73 | Tidak ada |
| KKP Misool Utara | 2019 | 2023 | 308.777,35 | 3.447,86 |
| Suaka Alam Perairan Kepulauan Waigeo Sebelah Barat dan Sekitarnya | 266.695 | |||
| Suaka Alam Perairan Kepulauan Raja Ampat dan Laut Sekitarnya | 60.002 |
Peta Zonasi

Salah satu praktik budaya khas di wilayah Raja Ampat adalah sasi—aturan adat yang menutup sementara suatu wilayah dari kegiatan panen, serta mengatur secara ketat siapa yang boleh menangkap ikan, alat apa yang boleh digunakan, dan kapan sumber daya boleh diambil. Dahulu, sasi dijalankan oleh laki-laki, tetapi kini beberapa kampung di Pulau Misool (Kapatcol, Salafen, dan Aduwei) telah memercayakan pengelolaannya kepada kelompok perempuan. Di Kapatcol, kelompok Waifuna tercatat sebagai kelompok sasi perempuan pertama dalam sejarah Papua. Selama masa buka yang singkat (3–7 hari), mereka diperbolehkan memanen teripang, lobster, dan lola (siput topi) sebelum wilayah tersebut kembali ditutup selama satu tahun berikutnya. Kelompok perempuan Zakan Day di Salafen membuka sasi selama delapan hari untuk memanen teripang. Sementara itu, di Aduwei, terdapat kelompok sasi bernama Joom Jak Sasi, yang dalam bahasa Matbat berarti “perempuan yang melindungi laut”.
Dalam upaya memperkuat perikanan berkelanjutan, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bekerja sama dengan Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) KKP Raja Ampat (unit konservasi pemerintah daerah) melatih staf dan nelayan untuk mencatat hasil tangkapan, mengenali sekitar 120 spesies ikan—termasuk ikan demersal (seperti kakap dan kerapu laut dalam), tuna, dan ikan pelagis kecil—serta mendata kapal yang beroperasi di wilayah tersebut. Kolaborasi ini menjawab tantangan nasional Indonesia terkait keterbatasan data perikanan. Dengan melibatkan masyarakat lokal secara langsung dalam pengumpulan data, hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar pengelolaan di seluruh wilayah kerja BLUD UPTD KKP Raja Ampat. Untuk menegaskan upaya penyelarasan konservasi dan pertumbuhan pariwisata yang terkelola dengan baik, Pemerintah Indonesia juga menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu dari 10 destinasi pariwisata prioritas nasional pada 2020.